Rabu, 15 Maret 2017

[HOT ISSUE] HOAX




Beredarnya berita palsu atau yang disebut hoax telah menjadi salah satu persoalan serius akhir-akhir ini. Presiden Joko Widodo juga sudah menyatakan keresahannya di depan publik pada akhir tahun kemarin, khususnya tentang perlunya evaluasi media sosial. Maraknya peredaran berbagai berita palsu ini ditunjang oleh perkembangan teknologi lewat media sosial yang populer seperti Facebook, Whatsapp, Twitter, dll. Bermacam berita, baik tentang keagamaan, ekonomi, atau politik di–share/dibagikan atau diteruskan oleh para pengguna media sosial (biasanya disebut “netizen”). Berita menyebar tanpa keterbatasan jarak dan waktu lagi. Gambar dan video bisa disunting seperti asli. Massa bisa digerakan dengan mudah melalui media sosial, bukan saja dalam negeri, tetapi juga dunia internasional.


Hoax bukan hal baru

Berita palsu, cerita yang diada-adakan, bukanlah hal baru. Bukan hanya muncul di zaman internet sekarang ini, realitas ini telah terjadi setua jatuhnya dunia ke dalam dosa. Kisah Adam dan Hawa yang digoda oleh Iblis menunjukan kecenderungan manusia berdosa untuk memilih memercayai apa yang ia percayai baik bagi dirinya, meskipun bertentangan dengan perintah firman Tuhan. Dalam Alkitab, kita dapat menemukan catatan tentang nabi-nabi palsu, nubuat palsu, ajaran-ajaran palsu. Di masa Perjanjian Lama, di antaranya ada kisah nabi Hananya yang menentang nabi Yeremia yang menyampaikan nubuat pembuangan ke Babel. Nubuatan palsu nabi Hananya tentunya memberi harapan palsu, membuat umat gagal memahami kehendak Allah (Yer. 28:1-17).

Di masa Perjanjian Baru, segera sesudah kebangkitan Yesus, para Imam-imam kepala berunding dengan tua-tua memutuskan memberi sejumlah besar uang kepada serdadu-serdadu untuk menyebarkan berita bohong bahwa mayat Yesus dicuri untuk meredam berita kebangkitan Yesus. Matius mencatat: “mereka menerima uang itu dan berbuat seperti yang dipesankan kepada mereka. Dan cerita ini tersiar di antara orang Yahudi sampai sekarang” (Mat. 28:15). Namun meskipun kebohongan itu tersebar, berita kebangkitan Yesus tetap tersiar melalui perantaraan para murid. Markus mencatat berita itu sebagai berita yang kudus dan tak terbinasakan yang diberitakan dari timur ke barat (lih. Mark. 16:8).

Bahaya hoax

Di masa akhir hidupnya, rasul Paulus memperingatkan Timotius tentang keadaan manusia pada akhir zaman, yang disebutnya memalingkan telinga dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng (II Tim. 4:4). Timotius diperingatkan tentang karakteristik pendengar dan pengajar palsu di zamannya yang sama-sama menolak kebenaran. Apa yang tidak bersumber dari kebenaran akan selalu relevan di dunia yang sudah jatuh ke dalam dosa, itu sebabnya pengajaran palsu akan menjalar seperti penyakit kanker. Rasul Paulus menyebutkan pengajar palsu yang populer itu, di antaranya Himeneus dan Filetus, yang mengajarkan kebangkitan yang menyimpang dan merusak iman jemaat (II Tim. 2: 17-18). Berbeda dengan mereka, Timotius harus menjadi pekerja yang tidak usah malu yang berterus-terang memberitakan perkataan kebenaran itu, menghindari omongan yang kosong dan tak suci yang hanya menambah kefasikan (II Tim 2: 15-16).

Mengenai penderitaan karena dibuat dan disebarkannya tuduhan palsu, Gereja Tuhan sudah pernah mengalaminya. Penganiayaan fisik, seperti dikejar, disalibkan, dicabik-cabik singa, atau dibakar karena tuduhan sebagai dalang kebakaran kota Roma pada tahun 64 M. Meskipun demikian, darah para martir ini telah menjadi benih yang tidak mati dari iman Kristen. Gereja Tuhan tidak akan sepi dari perlawanan dunia yang menolak Tuhan, karena sejarah gereja menunjukkan penderitaan seperti itu sering dipakai Tuhan untuk pertumbuhan iman jemaat.

Namun demikian, ancaman yang berbahaya bukan hanya sebatas penganiayaan dan penderitaan fisik. Yang tidak kalah berbahaya adalah penganiayaan nonfisik berupa hoax, yaitu menjalarnya ajaran palsu yang meruntuhkan iman jemaat. Sejarah gereja mencatat beberapa kali diadakannya Konsili atau pertemuan pemimpin gereja terutama membahas soal ajaran dan penyimpangannya. Ini menunjukan kerentanan gereja pada penyimpangan ajaran. Di masa para rasul pun sudah ada pertemuan di Yerusalem untuk membahas apa yang sudah diajarkan rasul Paulus kepada orang Kristen nonYahudi untuk menghindari berlanjutnya kesalahpahaman yang memecah belah orang percaya (Kis. 15:1-21).

Hikmat mengatasi hoax

Bunda Teresa pernah berpesan, “Perkataan yang tidak diterangi oleh firman Tuhan hanya akan menambah kegelapan dunia.” Sebuah peringatan tentang pentingnya hidup dipimpin oleh firman Tuhan sebagai hikmat hidup untuk dapat mengenali ajaran sesat ataupun apa yang disebut rasul Paulus sebagai omongan tak suci yang hanya menambah kefasikan. Kita sendiri sebagai manusia berdosa akan gagal memahami apa yang benar menurut hikmat Tuhan. Kita perlu menyadari, bahwa kata-kata dapat menyebar bahkan dalam kesunyian, dan sekalipun dapat menjadi alat yang bermanfaat untuk membangun, kata-kata juga dapat menjadi alat yang berbahaya.

Kebenaran harus selalu menjadi concern orang percaya, karena di dalam kebenaran, di situlah terdapat damai sejahtera. Jangan sampai kita berkontribusi pada semakin pekaknya dunia terhadap hal-hal yang benar. Berita palsu dan pengajaran palsu memiliki daya perusak yang aktif dalam gereja, dalam komunitas pelayanan kita, dan dalam masyarakat. Sebagai netizen, kita perlu ingat, bahwa tetap ada keterbatasan dari media sosial sebagai media informasi dan komunikasi. Karena itu, kita perlu bijaksana untuk menyimak dan menyikapi banyak hal di gadget kita masing-masing, supaya kita tidak berkontribusi pada menyebarnya berita palsu.

Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar